Kamis, 22 Juli 2010

BANDENG LESTARIKAN WADUK




Sejak tebar nener tahun lalu, tangkapan nelayan naik, air waduk lebih jernih, ancaman penyakit di KJA menurun.

Buat nelayan di Waduk Jatiluhur, air beriak di permukaan bukannya tanda tak dalam, melainkan tanda sekumpulan ikan bandeng siap ditangkap. Pemandangan riakan air di Waduk seluas 8.300 hektar itu belakangan sering terpantau.

Nelayan Jatiluhur pun kian semangat pergi menangkap ikan. Kodir yang tiap hari menampung hasil tangkapan nelayan mengakui adanya peningkatan hasil tangkapan ikan. ”Nener (benih bandeng) yang akhir tahun lalu ditebar pemerintah, sekarang mulai bisa dipanen nelayan,” kata Ketua Kelompok Pengumpul Hasil Tangkapan Nelayan Jatiluhur (Pultanur) ini kepada TROBOS awal Maret lalu di Waduk Jatiluhur.


Data program pengelolaan bersama perairan waduk di Indonesia (co-management) menunjukkan, terhitung sejak 31 Januari hingga 28 Februari 2010 total bandeng yang dipanen para nelayan Jatiluhur sekitar 15.374 kg. Produksi bandeng tersebut berasal dari kegiatan penebaran nener yang dilakukan mulai Oktober 2009 sebanyak 14 kali. Jumlah nener yang sudah ditebar mencapai 4 juta ekor dari total yang ditargetkan 10 juta ekor.

Sebelum ada bandeng, ungkap Kodir, para nelayan setempat kebanyakan menangkap jenis ikan nila, mujair, patin, dan ikan asli Jatiluhur seperti hampal, tawes, glossom serta oskar. Hadirnya bandeng otomatis membuat pendapatan nelayan bertambah. Rata-rata setiap hari, Kodir yang sudah 7 tahun menjadi bandar ikan itu, menerima hasil tangkapan bandeng antara 15-19 kg per nelayan (ukuran 6 ekor /kg).

Harga jual bandeng dari nelayan minimal Rp 6.000 per kg. Artinya, dari tangkapan bandeng saja, setiap hari nelayan bisa meraup tidak kurang dari Rp 100 ribu. Belum lagi hasil tangkapan jenis ikan lainnya. Keuntungan yang diperoleh lumayan, sebab modal untuk sekali operasi menangkap ikan hanya sekitar Rp 30 ribu untuk solar dan logistik. Selain itu, nelayan beroperasi cukup pagi hingga siang hari saja.

Para penampung ikan di Jatiluhur seperti Kodir juga antusias. ”Bandeng termasuk ikan yang mudah dijual. Pasar ikan Muara Angke Jakarta siap membeli berapa pun banyaknya bandeng yang dikirim dari Jatiluhur,” ungkap Kodir semangat. Keuntungan pun cukup besar. Dalam 1 bulan terakhir ada 15 ton bandeng yang dijual. Harga bandeng di pasar ikan Jakarta, Karawang, Bekasi, dan Bandung paling rendah Rp 8 ribu per kg. Jika dihitung tidak kurang dari Rp 120 juta uang perputaran uang dari perdagangan bandeng saja.

Manfaat Ekologis Bandeng

Jika nelayan dan bandar ikan merasakan manfaat ekonomis, para pembudidaya ikan di KJA Waduk Jatiluhur ikut merasakan manfaat ekologis dengan hadirnya bandeng. Diungkapkan Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan KJA ”Mekar Lestari”, Warisdi, setelah ada bandeng tingkat kematian budidaya ikan di KJA berkurang dratis. ”Biasanya Januari sampai Maret terjadi kematian massal di KJA, terutama ikan mas dan nila. Namun awal tahun ini musibah itu tidak dialami para pembudidaya,” kata pemilik 12 unit KJA itu. Ia juga mengakui warna perairan waduk yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat itu jadi lebih jernih.

Ini erat kaitannya dengan karakter bandeng sebagai ikan pemakan plankton. Menurut Peneliti Loka Riset Pemantauan Stok Ikan di Jatiluhur, Sri Endah Purnamaningtyas, bandeng berfungsi sebagai bio filter (mahluk hidup penyaring lingkungan) di perairan waduk. Sri menjelaskan, endapan sisa pakan di dasar perairan dari kegiatan budidaya KJA membuat siklus plankton berkembang cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak (booming plankton). Plankton yang berlebih ini cenderung mengikat oksigen dalam air, sehingga kerap memicu terjadinya kematian massal ikan di KJA.

Hasil pantauan Sri, kualitas air di Waduk Jatiluhur pasca penebaran bandeng membaik. ”Indikasinya terlihat dari kandungan oksigen terlarut yang tadinya pada 2007 sebesar 2,84 mg/l menjadi 3.56 mg/l pada 2008,” jelas Sri.

Pendapat senada diungkapkan Ahli Perikanan Budidaya dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Enang Harris Surawidjaja. Menurut Enang, bandeng merupakan ikan yang hidup di kolom dan permukaan perairan. ”Keberadaan bandeng di Jatiluhur mampu mereduksi jumlah plankton yang blooming (pertumbuhan populasi plankton yang berlebihan), perairan pun jadi lebih terang (jernih),” kata Enang.

Ia menambahkan, kegiatan penebaran bandeng menciptakan hubungan saling menguntungkan antara pembudidaya KJA dengan nelayan. ”Sisa pakan budidaya KJA merupakan sumber bagi bandeng. Sebaliknya bandeng membuat lingkungan perairan lebih bersih dan menekan risiko kematian pada usaha budidaya KJA,” ujar Enang.

Co–Management & Penyuluhan

Manfaat ekonomis dan ekologis yang dirasakan para pelaku usaha perikanan di Waduk Jatiluhur merupakan bagian dari program co–management yang mulai dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada pertengahan 2008. Program bersama pengelolaan waduk di Indonesia ini bekerjasama dengan lembaga riset dari Australia yaitu ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research).

Menurut Anggota tim program co–management, Rina, program ini bertujuan mendorong peran serta yang lebih besar dari masyarakat perikanan yang menggantungkan hidup di waduk. “Pemerintah dan masyarakat secara bersama membangun sistem pengelolaan usaha perikanan di waduk yang berkelanjutan,” kata Rina. Program ini dilaksanakan pada 3 waduk besar di Jawa Barat yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Khusus untuk Jatiluhur, keberhasilan program ini juga tidak terlepas dari peran pembinaan dan pendampingan yang dilakukan penyuluh perikanan. Bentuk penyuluhan yang dilakukan antar lain sistem pengelolaan penangkapan, jenis alat tangkap yang diperbolehkan, musim penangkapan, dan penguatan kelembagaan masayarakat.TROBOS

0 komentar:

Posting Komentar

 

©2009 Mina Lestari | by BDA