Kamis, 22 Juli 2010

IKAN MAS MUSI RAWAS


Pembenihan Ikan Mas Ala Musi Rawas

Upaya memacu produksi benih ikan mas saat ini sedang dilakukan oleh UPR (Usaha Peternak Rakyat) di Srikaton Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Uniknya, mereka tidak menerapkan sistem pembenihan yang biasa dilakukan pembudidaya ikan mas lain. UPR ini menggunakan caranya sendiri, yang dinamakan dengan sistem pembenihan Musi Rawas.

Apep Saepul Mahpud, penyuluh perikanan yang membina UPR tersebut pada satu kesempatan di Bogor mengatakan Sistem Pembenihan Musi Rawas ini sebenarnya tak jauh beda dengan sistem pembenihan ikan mas yang sudah ada seperti sistem Hoper, Dubish, Cimindi, Sunda ataupun cara tradisional. Bedanya hanya pada perlakuan terhadap telur pasca pemijahan. Yakni telur sebelum ditetaskan difermentasi terlebih dahulu dalam kantong plastik/karung goni.

Perbedaan lain, pembenihan ala Musi Rawas ini tidak memerlukan kolam penetasan khusus. Telur yang telah sudah difermentasi langsung ditetaskan di kolam pendederan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Hapa (kelambu) penetasan dipasang di pinggir kolam pendederan, dan selanjutnya telur dimasukkan dalam hapa. Dalam waktu setengah jam, telur sudah akan menetas. Tetasan kemudian dibiarkan selama 2 hari sampai kuning telur (yolk sac) habis. Kemudian larva ditebarkan ke kolam dengan cara membuka hapa.

Dengan mengusung sistem pembenihan ini, Apep berhasil masuk sebagai 10 finalis Festival Karya Penyuluh Kelautan dan Perikanan (FKPKP) II beberapa waktu lalu di Bogor. Dia menyebutkan ada banyak kelebihan dari sistem pembenihan ala Musi Rawas dibandingkan sistem pembenihaan ikan mas umumnya. “Cara ini bisa meningkatkan keberhasilan hingga 100%,” katanya.

Menurut dia, dengan sistem ini daya tetas telur akan meningkat. “Kalau pembenihan biasa, dengan 3 kg induk akan diperoleh telur maksimal 40 gelas( isi sekitar 500 telur) dalam 20 hari. Tapi kalau pakai cara ini bisa menghasilkan 125 gelas,” jelasnya. Cara ini juga bisa membuat lebih cepat 24 jam dibandingkan dengan sistem biasa yang memakan waktu 2x24 jam. “Jadi bisa hemat tenaga,” imbuhnya.

Disamping itu, pembenihan Musi Rawas akan menghasilkan larva yang lebih kuat dan sehat karena tingkat pencemaran telur yang tidak menetas relatif sedikit. Tak hanya itu, ukuran benih ikan saat panen secara umum rata. Cara ini juga bisa menghindari serangan hama dan penyakit telur khususnya jamur Ichtiopthyrius multifilis sp.

Berawal dari Pemijahan

Proses pembenihan diawali dengan pemijahan. Dan baik tidaknya pemijahan akan menentukan tingkat keberhasilan dalam menghasilkan benih. Pemijahan secara alamiah pada ikan mas akan terjadi pada dini hari. Suhu air yang rendah memicu ikan untuk memijah.

Apep menggambarkan proses pemijahan yang selama ini dilakukannya. Wadah pemijahan bisa berupa bak, kolam tanah atau hapa pemijahan. Ukuran minimalnya panjang 3 m, lebar 2 m dengan kedalam air minimal 40 cm. Dilengkapi dengan saluran inlet dan outlet. Wadah pemijahan merupakan pemicu ikan untuk kawin, karena itu perlu dikondisikan sesuai dengan habitatnya. Caranya, wadah dikeringkan sampai kering betul, kemudian air diusahakan mengalir terus menerus sehingga difusi oksigen lancar.

Untuk memijahkan ikan mas ala Musi Rawas dibutuhkan induk dengan kriteria umur minimal 1 tahun, berat minimal 1,5 kg, sisik besar-besar dan merata, bagian perut membesar ke arah pengeluaran, bagian antara kedua sirip dada cekung ke dalam dan bila diraba terasa lunak, bagian perut bila diurut ke bagian urogenitalis (pengeluaran telur) akan keluar cairan kuning bahkan telur. Usahakan telur yang terlihat butirannya sudah rata dan berwarna kuning.

Desa Garung, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah (Kalteng). Seolah tak hiraukan teriknya matahari, puluhan laki-laki terjun ke kolam dan penuh semangat menangkapi patin ukuran setengah kiloan. Dengan disaksikan pejabat setempat dan pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan, warga sekitar melakukan panen perdana hasil ujicoba budidaya patin di lahan gambut. Patin-patin itu telah dipelihara selama 7 bulan. Hari itu seakan menjadi pembuktian dapatnya patin (Pangasius hypopthalmus) dibudidayakan di lahan dengan keasaman tinggi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DKP), Made L Nurdjana menjelaskan, kegiatan tersebut sebagai realisasi dari program pemanfaatan 1,4 juta hektar lahan gambut. Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2007 menyebutkan, percepatan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan pengembangan lahan gambut di Kalteng untuk wilayah konservasi meliputi 80% total area. “Sisanya, sekitar 330 ribu hektar dimanfaatkan untuk agribisnis termasuk perikanan,” sebut Made kepada TROBOS. “Dengan sedikit rekayasa olah kolam, masyarakat Kalteng yang umumnya tinggal di kawasan lahan gambut berpeluang membuka usaha pembesaran patin,” sambung Made.

Direktur Usaha dan Investasi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya DKP, Lenny Stansye Syafei pun yakin, wilayah Kalteng sangat berpotensi menjadi sentra produksi patin dengan memanfaatkan sungai-sungai yang ada. “Jika produksi bisa digenjot, tidak menutup kemungkinan ada investor yang tertarik mendirikan pabrik pengolahan patin sebagai komoditas ekspor,” kata Lenny.

Dukungan Pemda

Dalam sebuah kesempatan terpisah, Gubernur Kalteng, Teras Narang menyatakan dukungannya pada pemanfaatan lahan gambut yang selama ini lebih banyak “tidur” untuk budidaya patin. ”Pulaung Pisau dan beberapa kabupaten lainnya akan saya dorong untuk mengembangkan budidaya patin. Kemudahan perizinan usaha akan diberikan bagi investor yang tertarik membangun pabrik pengolahan di Kalteng,” tegas Teras.

Panen perdana patin di kolam percontohan diperkirakan menghasilkan 2 sampai 3 ton. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran para ahli budidaya di BBAT (Balai Budidaya Air Tawar) Mandiangin Kalsel, yang memulai program pembangan patin di lahan gambut sejak Maret 2009. Kepala BBAT Mandiangin, Endang Mudji Utami menjelaskan, instalasi budidaya ikan lahan gambut lahannya diserahterimakan dari Pemerintah Kabupaten Pulau Pisau kepada Ditjen Perikanan Budidaya DKP. Luas lahan intalasi buidaya yang diserahterimakan sekitar 22 hektar. Ada 12 kolam percontohan diisi ikan patin dan 3 kolam diisi ikan nila. Masing-masing seluas 600 m2.

Lebih lanjut, Endang mengatakan, 9 kolam diisi 3 ribu ekor, 4.200 ekor, dan 6 ribu ekor dengan ukuran benih 5 sampai 8 cm. Lama pemeliharaan 7 bulan, panen ukuran rata-rata 600 gram per ekor, dan tingkat kematian sekitar 20%. Kemudian ada 1 kolam yang awalnya diisi patin ukuran 600 gram per ekor, kini dipanen dengan ukuran 2 kg per ekor. Tingkat kematiannya sekitar 10%.TROBOS

0 komentar:

Posting Komentar

 

©2009 Mina Lestari | by BDA